Selasa, 27 Oktober 2009

__Forever___by_MidiiBila telapak tanganmu berkeringat,
Hatimu dag dig dug,
Suaramu bagai tersangkut di tenggorokan,
Itu bukan cinta, tetapi SUKA…

Bila tanganmu tidak dapat berhenti memegang
dan menyentuhnya,
Itu bukan cinta tetapi BERAHI…

Bila kamu menginginkannya karena tahu
Ia akan selalu berada di sampingmu,
Itu bukan cinta tetapi KESEPIAN…

Bila kamu menerima pernyataan cintanya
Karena kamu tak mau menyakiti hatinya,
Itu bukan cinta tetapi KASIHAN…

Bila kamu bersedia memberikan semua
Yang kamu sukai demi dia,
Itu bukan cinta tetapi KEMURAHAN HATI…

Bila kamu bangga dan selalu ingin memamerkannya
Kepada semua orang,
Itu bukan cinta tetapi KEMUJURAN…

Bila kamu mengatakan padanya bahwa
ia adalah satu-satunya hal yang kamu pikirkan,
Itu bukan cinta tetapi GOMBAL…

Namun inilah CINTA…
Ketika kamu MENERIMA KESALAHAN DIA,
Karena itu adalah bagian dari kepribadiannya.

Ketika kamu RELA MEMBERIKAN HATIMU, KEHIDUPANMU,
BAHKAN KEMATIANMU;

Ketika HATIMU TERCABIK BILA IA SEDIH,
dan BERBUNGA BILA IA BAHAGIA;

Ketika kamu MENANGIS UNTUK KEPEDIHANNYA
Biarpun ia cukup tegar menghadapinya;

Ketika kamu tertarik kepada orang lain
Tetapi kamu masih SETIA bersamanya.

CINTA adalah PENGORBANAN;

MENCINTAI berarti MEMBERI DIRI.

CINTA adalah KEMATIAN ATAS EGOISME dan EGOSENTRISME.

Kadang itu menyakitkan, tetapi itulah harga yang harus dibayar...
Untuk sebuah CINTA...

Semua diatas adalah kata perumpamaan, tapi
Awal dari cinta adalah membiarkan orang yang kita cintai menjadi
dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan.
Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan
di dalam dia.......................

Jalan menuju NEXT LEVEL
tidak selalu lurus…

ada tikungan bernama
KEGAGALAN…

Ada bundaran bernama
KEBINGUNGAN…

Tanjakan bernama
TEMAN…

Lampu merah bernama
MUSUH…

Lampu kuning bernama
KELUARGA…

Engkau akan mengalami
ban PECAH…

itulah PROSES…

tapi jika engkau membawa
ban serep bernama
TEKAD…

Mesin bernama
KETEKUNAN…

Asuransi bernama
PERCAYA…

Penolong bernama
TUHAN…

Kau akan sampai di daerah yang
disebut…

Selasa, 29 September 2009

Papua dan Kutukan Alam
Oleh
Arief Oka
Sabtu, 17 November 2007


Apakah sumber daya alam seperti minyak dan tembaga merupakan berkah atau kutukan? Pengalaman di seluruh dunia selama 500 tahun terakhir menunjukkan bahwa sumber daya alam lebih sering merupakan kutukan. Para penakluk Spanyol menghancurkan peradaban Aztec dan Maya di Amerika Latin karena ingin menguasai emas mereka. Pendatang dari Eropa menghancurkan suku-suku Indian di Amerika Utara untuk memperoleh berang-berang, mink, kerbau, maupun bercocok-tanam di atas tanah subur di kawasan Midwest.
Kelompok-kelompok dan sekte-sekte Muslim saling membunuh demi mengeksplorasi dan menjual minyak yang berada di wilayah Timur Tengah. Berlian dan emas dan tembaga, kayu dan berbagai kekayaan alam yang teramat berharga itu saat ini menjadi penyulut api permusuhan di benua Afrika.
Bila benar bahwa negara-negara dengan kekayaan alam yang melimpah itu dikutuk, maka Papua merupakan bagian wilayah Negara Indonesia yang paling menderita akibat kutukan itu. Bila dihitung per kapita, penduduk Papua saat ini � sekitar dua juta penduduk asli dan tujuh ratus ribu pendatang � seharusnya merupakan penduduk terkaya di Indonesia dihitung dari kekayaan alam yang melimpah di wilayah tersebut.
Apakah para penduduk itu menikmati keuntungan yang diperoleh dari sumber daya alam yang dieksplorasi dari bumi tempat mereka hidup? Jelas tidak. Para penikmat utama kekayaan bumi Papua adalah pemerintah Indonesia di Jakarta, perusahaan-perusahan asing yang telah dianugerahi konsesi untuk mengeruk tembaga (Freeport-MacMoran), dan minyak (BP), dan penduduk non Papua yang secara ilegal mengekspor kayu dan berbagai hasil alam lainnya.
Tanpa perubahan kebijakan yang radikal, masa depan Papua mudah ditebak. Perkosaan terhadap alam Papua akan terus berlanjut dengan kecepatan yang semakin lama semakin tinggi hingga salah satu pusat keragaman biologi dan budaya yang masih tersisa di bumi itu akan hancur dalam waktu kurang dari satu abad. Para pribumi Papua akan menjadi catatan kaki dalam buku sejarah. Para orang Jawa, Bugis, Cina, dan �orang asing� lainnya yang telah mengkoloni Papua akan saling bunuh untuk mengangkangi 100.000 hektare hutan yang masih tersisa untuk disulap menjadi perkebunan kelapa sawit.

4 Langkah
Pengalaman di berbagai wilayah lain di dunia menunjukkan hanya ada satu cara untuk mengubah kekayaan alam Papua dari kutukan menjadi berkah. Cara itu terdiri atas empat langkah.
Pertama, adalah mendeklarasikan moratorium berjangka 50 tahun yang dapat diperbarui terhadap kegiatan-kegiatan eksplorasi baru dan proyek-proyek pengolahan sumber daya skala besar.
Proyek-proyek Freeport-MacMoran dan BP menghasilkan uang yang jauh lebih banyak dibanding jumlah yang diperlukan oleh penduduk Papua saat ini untuk jangka waktu 50 tahun ke depan.
Kedua, adalah menghentikan arus imigran baru. Di Papua sudah cukup banyak orang untuk melindungi kekayaan alam di wilayah itu dan menjual hasil pengolahan sumber daya alam secara berkelanjutan. Dengan demikian, Papua akan menjadi Taman Nasional yang terbesar dan paling berharga di wilayah Indonesia.
Sesungguhnya Papua dapat menjadi cadangan alam dan preservasi budaya terbesar di dunia. Hal ini merupakan impian yang pantas dibanggakan, suatu mimpi yang belum pernah dicapai oleh negara manapun. Misi bangsa dan pemerintah Indonesia bisa menjadi melindungi kawasan ini dari kegiatan eksplorasi yang sewenang-wenang dan tidak berkelanjutan. Termasuk di dalamnya adalah mencegah para misionaris dari semua kepercayaan dan membiarkan penduduk Papua pribumi dan non-pribumi untuk memeluk kepercayaan mereka tanpa pengaruh dari luar.
Ketiga, membentuk suatu Trust Fund untuk mengumpulkan 100% pajak, royalty, dan berbagai pendapatan lainya dari konsesi-konsesi yang ada. Langkah ini telah dilakukan dengan
sukses di Norwegia, dan beberapa negara lain telah menerapkan pendekatan yang sejenis. Yang paling baik adalah bila para pengampu Trust Fund terdiri atas para warga Indonesia dengan karakter dan komitmen yang luar biasa, yang mampu melindungi Papua demi kepentingan kemanusian secara umum, bukan hanya untuk kepentingan bangsa Indonesia.
Para pengampu ini akan ditugaskan untuk menginvestasikan aset-aset Trust Fund dengan bijaksana dalam berbagai asset-aset internasional yang berhasil dengan baik di tingkat global. Para pengampu juga ditugaskan untuk menggalang dana untuk mendukung pengembangan sosial-budaya penduduk papua, mulai dari pendidikan gratis tapi tidak wajib hingga ke tingkat perguruan tinggi. Trust Fund juga akan mendanai pasukan keamanan yang akan menjaga bumi Papua dari kegiatan eksplorasi alam yang tidak berijin.
Langkah keempat, adalah menghilangkan dua aparatur pemerintahan setingkat provinsi, yang saat ini berlomba-lomba mengeksplorasi sumber daya alam di wilayah mereka masing-masing dan menggantinya dengan satu pemerintah wilayah yang bergabung propinsi Papua dan Papua Barat. Sebagaimana pemerintah regional lain di Indonesia akan bertanggungjawab terhadap pengaturan kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak berbasis pada sumber daya alam sesuai dengan hukum yang berlaku di seluruh Indonesia.
Melalui otonomi regional ini warga Papua akan menjadi sebebas seperti warga Indonesia lainnya untuk menjalankan berbagai kegiatan usaha yang tidak tergantung pada ekploitasi yang tidak berkelanjutan terhadap sumber daya alam atau melibatkan penyingkiran pribumi Papua. Perkembangan ekonomi yang mampu menyediakan lapangan kerja bagi warga Papua yang ingin hidup dalam iklim ekonomi modern dimungkinkan tanpa tambahan mega proyek yang dijalankan oleh orang luar.
Pengembangan usaha di bidang ekoturisme dan ekoriset saja mungkin sudah mampu mendukung perikehidupan warga Papua agar menjadi setara dengan warga Indonesia lainnya. Kegiatan-kegiatan eksploitasi sumber daya skala kecil dengan intensitas rendah masih dimungkinkan, namun warga pribumi Papua jangan sampai dipaksa untuk memasuki kehidupan ekonomi modern. Mereka mewakili sumber daya manusia dan kultural yang yang sangat bernilai di dunia yang sebagian besar suku-suku pra-modern telah musnah ditelan jaman. Biarkanlah mereka menjadi modern sesuai dengan keinginan mereka.
Mungkinkah visi dan misi ini menjadi nyata? Apakah Indonesia punya kemauan politik untuk melakukan sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh banyak negara lain?
Mungkin tidak. Keserakahan dan nasionalisme dan perselisihan antaragama tak terkendali. Namun kita masih memiliki kesempatan di Papua. Melindungi wilayah ini semestinya lebih mudah daripada melindungi wilayah lain di Kalimantan, atau di kawasan Amazon Brasil atau Afrika daerah khattulistiwa. Menangislah demi kemanusiaan karena perampokan kekayaan alam Papua oleh sesama umat manusia akan terus berlanjut seganas penjajahan lainnya yang pernah terjadi di atas muka bumi. Hal itu bukan hanya merupakan nasib orang Papua, kutukan atas kehidupan di atas kekayaan alam nan melimpah. Hal itu merupakan kejahatan yang dilakukan oleh manusia atas manusia lain yang terjadi di depan mata kita.

Penulis adalah seorang ekonom.

Jumat, 25 September 2009



Aku diciptakan oleh pencipta untuk hidup di udara
Aku hanya mempunyai satu kelebihan
Kelebihanku adalah mengepakan sayapku menari-nari di ranting pepohonan

Makananku tersebar di mana-mana
Aku tidak susah karena di mana-mana ada bijian-bijian
Aku tidak mempunyai rumah
Rumahku di ranting-ranting pepohonan
Aku terbang kian kemari menikmati keindahan alam Papua
Namun, kini aku bersaksi lama kelamaan alam Papua mengalami kekhaosan
Aku menarik diri dan bertanya:
“Menggapa terjadi demikian?”
Aku belum bisa menemukan jawaban
Aku berpikir….dan terus berpikir…..
Lebih baik aku mencari rekan lain untuk menjawab pertanyaanku
Aku harus meninggalkan tempat peraduanku

Kala mengitari bumi Papua, aku bersaksi bahwa
anak negri menaikan kidung ratapan dan harapan
Di mana saja aku berada aku selalu mendengar rintihan, tangisan anak negri

Oh…….aku prihatin…….aku peduli……..mendengar jeritan dan harapan anak negri
Detik demi detik anak negeri menaik jeritan, ratapan dan harapan
Oh……mengapa anak negri menaikan kidung ratapan dan harapan?
Ohh…….pasti anak negri mengalamii penindasan…….!

Aku berhenti sejenak
Aku bertanya: sipakah pelaku kejahatan?
Kapan berhenti ratapan dan harapan yang dikumandangkan oleh anak negri?
Sipakah yang akan menghapuskan derai air mata anak negri?

Hei …..anak negri…..!
Aku peduli……..aku peduli dengan nasibmu
Tetapi aku ini burung …….aku ini binatang……!
Hei …….anak negri………hei anak negri…….
Aku tak bisa membantumu
Aku tak dapat menyelamtkanmu
Aku tak bisa menghapuskan derai air mata

Mengapa?
Sebab aku tidak mepunyai tangan untuk mengangkatmu dari lumpurduka
Aku mempunyai kaki, tetapi kakiku tidak sama dengan kakimu
Makanya aku tak dapat berjalan menghapus derai air matamu
Aku mempunyai otak, tetapi tidak sama dengan otakmu,
Makanya aku tak dapat berpikir sesuatu untuk menyelamatkanmu
Aku mempunyai badan, tetapi badanku tidak sama dengan badanmu
Makanya aku tak sanggup mengangkatmu
Aku seekor burung yang tiada guna
Singkatnya aku burung cenderawasih dan anda anak negri beda
Makanya aku tak dapat membantumu

Aku bosan…..aku bosan menyaksikan ulah manusia
Para pelaku kejahatan dibiarkan begitu saja
tanpa ada penanganan hukum yang jelas
sehingga para pelaku kejahatan berkeliaran ke sana ke mari
Para pelaku bagaikan burung elang mengepakkan sayapnya
terbang kian kemari mencari manusia untuk disantap
Rupanya mereka lihai dalam memburuh anak negri
Rupanya mereka dididik secara teratur untuk membantai anak negri

Ooh…….aku peduli….aku peduli dengan anak negri
Aku menarik diri dan bertanya:
“di manakah keadilan dan kebenaran?”
“bukankah negara ini adalah negara hukum?”
jika negara hukum, mengapa hukum tidak ditegakkan?
Negara hukum berarti segala permasalahan diselesaikan melalui hukum
yang murini tanpa ada unsure SARA

Aku burung menilai bahwa negara ini bukan negara hukum
Mengapa?
Para pelaku kejahatan dibiarkan begitu saja
Kalaupun diproses tidak ditangani secara serius sesudahnya dibiarkan
Aku bertanya: “beginikah negara hukum?”

Aku bersaksi bahwa negara ini bukan negara hukum
Hukum hanya tertuliskan di atas kertas
Negara hukum hanya diungkapkan dimulut saja
tetapi negara otoriter, diktator, militaristik
Negara ini tidak berlandaskan hukum
Negara ini berlandaskan diktator belaka

Hei…..pemegang kuasa sementara di negri ini…….
Mengapa hukum tidak ditegakkan?
Jika hukum tidak ditegakkan, maka keadilan dan
kebenaran secara langsung tidak ditegakkan
Karena salah satu latar belakang dibuatnya hukum adalah
demi menegakkan keadilan dan kebenaran
Anda pemegang kuasa negari berdalih bahwa negara ini negara hukum,
tetapi buktinya mana
Anda sendiri tidak menegakannya
Anda mempercayakan kaki tanganmu untuk mengatur jalannya hukum,
tetapi anak buah sendirilah yang menjadi biang keladi di tengah masyarakat
Aku bersaksi semuanya ini

Aku berpikir: dalam suatu negara jika hukum dan demokrasi tidak ditegakkan, maka hancurlah sendi-sendiri hidup bermasyarakat
Hal inilah yang terjadi di negara ini
Aku burung bertanya: “DIMANAKAH KEADILAN DAN KEBENARAN”?
“ADAKAH WAKTU BAGI ANDA UNTUK MENGADAKAN REKONSILIASI?”
“ADAKAH WAKTU BAGI ANAK NEGRI UNTUK MENIKMATI UDARA MERDEKA?”

Aku tidak mau menyaksikan ulah manusia lagi…….
Aku sudah lama menyaksikan semua ulah manusia
Aku bosan…..aku jenuh…….!
Aku menarik diri……aku undur……!
Aku menantikan jaman baru…..!
Aku menantikan pemimpin baru yang didambakan anak negri
Mungkinkah Masa baru dan jaman baru akan tiba?

Senin, 21 September 2009

Sunday, June 10, 2007

Sejarah Papua Perlu Dikenal



Belum lama berselang saya baca buku dalam bahasa Belanda berjudul "Papoea Een Geschiedenis" (2004), tebal 670 halaman, ditulis oleh Dirk Vlasblom yang sejak tahun 1990 menjadi koresponden surat kabar NRC Handelsblad di Jakarta.

Untuk pertama kali Dirk sebagai wartawan mengunjungi Irian Jaya tahun 1991. Ia tertarik oleh apa yang dilihatnya dan didengarnya. Ia berkunjung kembali dan kembali. Sepuluh tahun lamanya. Akhirnya ia tuliskan bahan-bahan yang ditemukannya. Tahun 2004 terbitlah buku itu. Di sampul belakang tertera "Dengan karya sangat bagus ini pengarang menghadiahkan kepada orang-orang Papua sejarah mereka."

Yang tidak saya tahu dan karena itu menarik ialah cerita berikut. Bulan Juni 1938 sebuah ekspedisi kapal terbang Amerika-Belanda yang dibiayai oleh miliuner Amerika Richard Archbold menemukan secara kebetulan lembah Balliem yang berpenduduk padat. Pengambilan gambar dari udara menunjukkan rumah kediaman, kebun, ruangan berpagar tempat memelihara babi dari penduduk yang berjumlah kl. 150.000 jiwa. Penemuan itu berdampak besar atas pemerintah Hindia Belanda. Akibatnya, Belanda meningkatkan aktivitas penjelajahan dan patroli. Bayangkan, barulah tiga tahun sebelum tamat riwayat kolonialisme di Hindia Belanda tersingkap adanya lembah Balliem dan penduduknya.

Banyak nama orang Papua disebutkan dalam buku ini. Misalnya, nama Frans Kaisiepo. Saya mengenalnya di Konferensi Malino bulan Juli 1946. Belanda mengirim Frans ke konferensi yang digelar oleh Letnan Gubernur Jenderal Van Mook itu sebagai wakil Nieuw Guinea. Belanda mengundang saya sebagai wartawan surat kabar Merdeka. Frans mengusulkan supaya sebutan Papua diganti, karena di daerahnya yakni di Biak perkataan Papua identik dengan "bodoh, malas, kotor".

Papua diperlakukan oleh Kesultanan Tidore yang berabad lamanya menguasai bagian utara Nieuw Guinea sebagai budak. Frans minta agar Nieuw Ginea diganti menjadi Irian yang berarti "negeri yang panas hawanya".Mulanya Belanda hendak mengirim Silas Papare ke konferensi Malino. Karena Silas sangat benci kepada "amberi" yakni orang bukan-Nieuw Guinea seperti orang Maluku, maka sebagai penggantinya muncul Frans Kaisiepo. Silas termasuk golongan "Papua Merah-Putih".

Tanggal 29 November 1946, di Serui Silas mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian (PKII) yang akan berjuang untuk kemerdekaan Indonesia di Irian. Kemudian Silas pergi ke Jawa. Presiden Soekarno mengangkat Silas Papare sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Di depan sidang MPRS dia berpidato tanggal 12 Maret 1967 mengenai pemboman desa-desa sekitar Monokwari oleh TNI, karena rakyat Irian memberontak, tapi menurut Silas rakyat melawan karena penderitaan ekonomi dan tidak ada hubungan dengan politik. "Kami orang-orang Papua hanya menghendaki kehidupan yang lebih baik" ujar Silas Papare.

J.A. Dimara adalah putra Irian yang memimpin 35 sukarelawan yang mendarat di Teluk Etna 22 Oktober 1954. Waktu itu soal Irian Barat merupakan sengketa antara Republik Indonesia dengan Belanda. Dimara beserta kaum infiltran yang menyertainya bersembunyi di hutan ketika dikejar oleh marinir Belanda. Setelah beberapa bulan Dimara yang hanya tinggal punya dua orang pengikut menyerah di pos Belanda. Dia ditahan di Sorong, dijaga oleh marinir Belanda. Dia lolos dari penjara, tapi tertangkap juga. Di Hollandia dia dihukum 7 tahun penjara di Boven Digul. Bulan April 1960 dia dibebaskan, dibawa ke Pulau Gebe dan dari sana dijemput oleh orang Indonesia.

Tiba di Jawa Dimara sering dibawa oleh Presiden Soekarno ke rapat-rapat umum tentang mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Soekarno memuji-muji Dimara sebagai penyusup yang sukses ke Irian, padahal menurut keadaan sebenarnya Dimara sama sekali tidak berhasil dalam misinya.

Fritz Kirihi, lahir di Serui tahun 1934, adalah orang Papua pertama yang menempuh pendidikan Belanda, mulai dari sekolah desa di Japen di zaman Jepang hingga Universitas Leiden di mana dia belajar ilmu sosiologi. Belanda hendak mengadakan pemilihan umum di mana dipilih anggota Nieuw Guinea Raad. Fritz kembai sebentar ke Irian dan bulan Agustus 1961 mendirikan partai politik bernama Partai Nasional (Parna). Tujuan Parna ialah mempersiapkan kemerdekaan Papua dalam tahun 1970. Setelah Presiden Soekarno mengucapkan pidato Trikora tanggal 19 Desember 1961, Fritz ditugaskan oleh pimpinan Parna untuk pergi ke Jakarta menemui pemimpin-pemimpin RI. Sebagai mahasiswa di negeri Belanda Fritz berteman baik dengan Kol Panjaitan, atase militer di KBRI Bonn. Dengan bantuan Panjaitan yang memberikan paspor Indonesia kepada Fritz tibalah Fritz di Jakarta. Dia bertemu dengan Jenderal A.H. Nasution di rumahnya di Jalan Teuku Umar. Dari sana dia dibawa ke Istana Bogor bertemu dengan Presiden Soekarno. "Fritz, saya tidak punya keberatan apa-apa terhadap orang-orang Papua, kalian adalah saudara-saudara kami, tapi orang Belanda harus pergi. Kalau kalian mau merdeka, kalian akan mendapatkannya dari saya, dan bukan dari orang-orang Belanda" kata Soekarno.

Ketika Menlu Dr. Subandrio berunding di Washington dengan Van Royen tentang konflik Irian Barat di mana diplomat AS Ellsworth Bunker jadi perantara, dia mengundang Fritz Kirihio ikut serta, untuk memberikan nasihat tentang keadaan Papua, tentang bagaimana mengadakan plebisit di Irian nanti, apakah secara langsung ataukah melalui perwakilan? Pada penyerahan Irian oleh pihak Belanda kepada badan PBB UNTEA tanggal 1 Oktober 1962, Fritz berada di Hollandia. Subandrio memanggil kembali Fritz dan selama 9 bulan bekerja untuk Subandrio. Fritz dibawa serta oleh Subandrio ke RRT yang waktu itu bersengketa dengan India. Subandrio memperkenalkan Fritz kepada Mao Tse-tung. Orang ini dari Irian Barat, kata Subandrio. Mao menganggap hal itu menarik rupanya, lalu digenggamnya erat-erat tangan Fritz. Mao menghadiahkan buku karya lengkapnya, tiga jilid, kepada Fritz dan menuliskan huruf Kanji di dalamnya. Apa artinya itu? tanya Fritz. Seorang juru bahasa bilang "Berbahagialah dalam hidup Anda". Harapan Mao itu sayang tidak terlaksana, kata Fritz.

Ketika Presiden Soekarno mengunjungi Irian Barat untuk pertama kali tanggal 4 Mei 1963 Fritz berdiri di Pelabuhan Kotabaru menyambutnya. Fritz juga hadir ketika Gubernur Irian Barat Bonay mengunjungi Presiden Soekarno pertama kali di Jakarta. Soekarno mengeluarkan dekrit presiden mengenai otonomi khusus untuk Irian Barat. Itu tak pernah dilaksanakan, dan itulah salah satu alasan kenapa rakyat Papua kini (tahun 2002) tidak mau tahu suatu apa tentang otonomi khusus, kata Fritz Kirihio.(Oleh H. ROSIHAN ANWAR, wartawan Senior Indonesia)

Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0905/19/0803.htm